MAKALAH PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK
PERKEMBANGAN
TINGKAH LAKU PROSOSIAL PESERTA DIDIK
Dosen
:
Pak
Ruski M.Pd
Di
susun oleh kelompok 12
istiqomah
1622211031
Gita
Fitriani 1622211078
Abd.Wahid
1622211002
STKIP
(SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN)
BANGKALAN
2016-2017
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita
ucapkan kepada Allah SWT sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan
judul “PERKEMBANGAN TINGKAH LAKU
PROSOSIAL PESERTA DIDIK”. Shalawat serta salam kita ucapkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW.
Kami ucapkan
terimakasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuannya
kepada kami menjadikan mahasiswa berilmu serta berpengetahuan tinggi. Kami
selaku penulis sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dn saran yang bersifat
membangun dan sangat berguna bagi kesempurnaan tugas ini.
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tingkah
laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan, yang
ditujukan bagi kesejahteraan orang lain sehingga menjadikan kondisi fisik dan
psikis orang lain menjadi lebih baik, selain itu tindakan prososial dilakukan
atas dasar sukarela tanpa mengharapkan reward eksternal. Tingkah laku menolong
ialah tingkah laku yang memberi faedah atau keuntungan kepada orang lain.
Pertolongan yang diberikan mungkin hanya pertolongan biasa seperti memberikan
tempat duduk yang sedang anda duduki kepada orang tua yang berdiri di samping
anda.
Tingkah
laku prososial merujuk kepada tindakan sukarela yang bertujuan untuk menolong
atau memberi faedah kepada individu atau individu yang lain (Eisenberg and
Mussen 1989, ms 3). Merujuk kepada tindakan tersebut berbanding motivasi yang berhasil
antara tindakan tersebut. Tingkah laku prososial melibatkan berbagai aktiviti
seperti berkongsi menyelesaikan masalah orang lain, penyelamat dan penolong.
Selalunya tingkah laku prososial dikelilingi dengan altruisme. Tingkah laku
prososial merujuk kepada bentuk-bentuk aktiviti manakala altruisme adalah
motivasi untuk menolong orang lain dengan niat yang iklas dan memenuhi
keperluan orang lain tanpa mengira bagaimana tindakan tersebut akan memberi
faedah kepadanya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a.
Apa yang dimaksud dengan Tingkah Laku Prososial Peserta Didik?
b.Perkembangan
Tingkah Laku Prososial Peseta Didik?
c.
Tingkah Laku Prsosoial Peserta Didik?
d.
Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Prososial Peserta Didik?
e.
Apakah Implikasi Tingkah Laku Prososial Terhadap Pendidikan?
1.3
TUJUAN
a.
Untuk mengetahui pengertian Tingkah Laku Prososial Peserta Didik.
b.Untuk
mengetahui Perkembangan Tingkah Laku Prososial Peserta Didik.
c.
Untuk mengetahui apa Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Prososial Peserta Didik.
d.Untuk
mengetahui Implikasi Tingkah Laku Prososial Terhadap Pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tingkah Laku Prososial
Eisenberg
dan Fabes ( 1998 ) misalnya secara sederhana mendefinisikan tingkah laku
prososial sebagai “voluntary behavior intended to benefit another”. Menurut
Baron Byrne (1991 ) tingkah laku prososial adalah tindakan menolong orang lain.
Hal ini dipertegas oleh rushton seears, dkk. (1992) mendefinisikan tingkah laku
prososial sebagai tingkah laku yang menguntungkan orang lain. Sehingga tingkah
laku menurut Sears mencakup kategori lebih luas; yang meliputi segala bentuk
tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa
memperdulikan motif-motif si penolong.Adapun pengertian tingkah laku prososial
menurut Sri Utari Pidada (1994) adalah suatu tingkah laku yang mempunyai satu
akibat atau konsekuensi positif bagi si partner interaksi. Hampir senada dengan
pendapat sebelumnya, janusz Reskowski (dalam Eigsenberg, 1982) juga menjelaskan
bahwa istilah tingkah laku prososial mencakup sejumlah fenomena yang luas.
Brigham (1991) mengungkapkan bahwa wujud tingkah laku prososial meliputi:
a. Altruism,
Murah Hati (Charity)
b. Persahabatan
(Friendship)
c. Kerja
Sama (Kooperation)
d. Menolong
(Helping)
e. Penyelamatan
(Rescuing)
f. Pertolongan
Darurat Oleh Orang yang Terdekat (Bystander intervension)
g. Pengorbanan
(Sacrifising)
h. Berbagi/Memberi
(Sharing)
Demikian
juga Bar-Tal (1976) mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai tingkah laku
yang dilakukan secara sukarela menguntungkan orang lain tanpa antisipasi reward
eksternal, dan tingkah laku tersebut dilakukan tidak untuk dirinya sendiri,
meliputi helping/aiding, sharing, dan donating.Selanjutnya Lead Staub (1978)
menyatakan ada 3 kriteria yang menentukan tingkah laku altruistic, yaitu:
1. Tindakan
yang bertujuan khusus menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan reward
eksternal
2. Tindakan
yang dilakukan dengan sukarela.
3. Tindakan
yang menghasilkan sesuatu yang baik.
Tingkah
laku prososial menyangkut intensi, value, empati, proses internal dan
karakteristik individual yang dapat mengantarai suatu tindakan. Fokus utamanya
adalah tindakan, karena hal ini signifikan untuk individu dan kelompok sosial.
Menurut Staub (1978) tingkah laku prososial adalah tindakan sukarela dengan mengambil
tanggung jawab menyejahterakan orang lain.
Dari
beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa tingkah laku prososial adalah
tingkah laku sosial positif yang menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau
psikis orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar sukarela tanpa
mengharapkan reward eksternal.
Ć Sumber
Tingkah Laku Prososial
Mengenal
sumber-sumber tingkah laku prososial, Karylowski (dalam Derlega & Grzelk,
1982) Membagi menjadi 2 bagian yaitu :
ENDOSENTRIS.
Salah satu sumber tingkah laku prososial adalah berasal dari dalam diri seseorang yang disebut
sebagai sumber endosentris. Sumber endosentris adalah keinginan untuk mengubah
diri, yaitu memajukan self-image. Keinginan mengubah diri tersebut sebagai
suatu cara meningkatkan self-image positif yang berfokus kepada aspek
self-moral. Secara keseluruhan endosentris ini meningkatkan konsep diri (self
consept). Salah satu bentuk self consept adalah self-excpectations (harapan
diri). Self excpectations menjelma kedalam bentuk-bentuk: Rasa Bahagia,
Kebanggaan, Rasa aman, evaluasi, diri yang positif. Self timbul karena
seseorang hidup dilingkungan sosial, dimana dalam kehidupan sosial terdapat
norma-norma dan nilai.
Norma-norma
sosial yang diinternalisasi kedalam self-expectations terdiri atas.
1) Norms of Aiding
A.Norm
of social responsibility
B.
Norm of giving
2)
Norms of justice
A.
Norm of equity
B.
Norm of reciprocity
Norma-norma
soasial ini ini diperoleh oleh anak melalui proses sosialisasi, dan
diinternalisasi sehingga menjadikan miliknya dan merupakan bagian dari
dirinya. Norm of aiding atau norma
menolong sebagai norma sosial untuk menolong orang lain yang membutuhkan
pertolongan. Sedangkan Norm of social responssibility adalah suatu norma sosial
dimana seorang indivu menolong orang
lain yang membutuhkan pertolongan, walaupun orang yang ditolong tidak dapat
membalas sedikitpun..
Norm
Giving adalah norma sosial dimana
seorang menolong atau memberikan sesuatu
dengan suka rela kepada orang lain walaupun orang yang ditolong tersebut tidak
tergantung pada si penolong. Norm of justice adalah suatu norma sosial dimana
tingkah laku menolong yang dilakukan didasari oleh norma-norma keadilan, yaitu
keseimbangan dalam memberi dan menerima. Norm of reciprocity adalah norma
sosial dimana seorang individu menolong
orang lain karena akan mendapatkan imbalan sesuai dengan hasil jerih payahnya
sedangkan norma of equity adalah norma sosial dimana seorang individu menolong orang lain karena
sebelumnya telah menolong, dengan kata lain seseorang harus kembali
menolong orang yang telah menolongnya.
EKSOSENTRIS.
Sumber eksosentris adalah sumber untuk memperhatikan dunia eksternal, yaitu
memajukan, membuat kondisi lebih baik dan menolong orang lain dari kondisi
buruk yang dialami. Konsep dasar memajukan orang lain adalah karena adanya :
1.
Kesadaran bahwa orang membuuhkan bantuan (Pencapaian tujuan bervalensi positif)
2.
Actor dan orang yang membutuhkan bantuan dihubungkan oleh hubungan sosial yang
“memajukan”, contohnya ; actor harus berpikir sebagai “kita” terhadap orang
yang membutuhkan pertolongan, bukan berpikir sebagai “mereka”.
Orang yang melakukan tindakan
menolong karena mengetahui bahkan mungkin mampu merasakan kebutuhan, keinginan,
perasaan, dan penderitaan orang lain. Piliavin (dalam karylowski 1982) bahwa
tindakan menolong terjadi karena :
1. Adanya
pengamatan terhadap kecelakaan atau penderitaan pada seseorang
a. Persepsi untuk memutuskan bahwa telah terjadi kecelakaan b.adanya kedekatan jarak fisik antara orang-orang yang ada disekitarnya
dengan tempat kejadian kecelakaan c. Adaya persepsi yang sama dan kedekatan
emosional terhadap korban
2. Adanya
pengamatan terhadap penderitaan yang dirasakan korban kecelakaan, sehingga
tibul motivasi untukk mengurahinya.
B.
Perkembangan Tingkah Laku Prososial
Peserta Didik
Tingkah
laku prososial ini merupakan suatu tingkah laku sosial postif yang bersifat
menolong maupun direncanakan dengan tujuan memberikan bantuan dan pertolongan
pada orang lain tanpa paksaan dan juga mengharapkan balasan (reward).
Perkembangan tingkah
laku prososial ini memiliki enam tahapan yaitu :
1) Compliance & Concrete, Defined Reinsforcement.
Pada tahapan ini, individu melakukan tindakan menolong karenakan permintaan
atau jaga karena perintah yang disertai dahulu dengan Reward atau punishment.
Tingkah laku menolong pada tahap-tahap ini dituntun oleh pengalaman menyedihkan
atau menyenangkan tanpa rasa tanggung jawab,tugas,atau patuh terhadap otoritas.
Pada tahap ini anak-anak mempunyai perspektif egosentris, tidak menyadari bahwa
orang lain mempunyai perasaan dan pikiran yang berbeda dengan mereka tingkah
laku menolong ini terjadi karena ditunjukan oleh rewand dan punishment secara
konkrit. Contohnya, seorang ibu meminta tolong kepada anak-anaknya untuk
menyapu halaman rumah, maka setelah itu sang anak diberikan kue.
2) Compliance. Pada tingkah ini individu
melakukan tingkah laku menolong karena tunduk pada otoritas. Individu tidak
berinisiatif melakukan pertolongan, tapi tunduk pada permintaan dan perintah
dari orang lain yang berkuasa. Pada tingkatan kedua ini anak menyadari bahwa
orang lain mempunyai perasaan dan pikiran yang berbeda. Tindakan menolong pada
tahap ini dimotivasi oleh kebutuhan yang mendapatkan persetujuan dan
menghindari hukuman, individu tidak memerlukan pengutan yang kongkrit karena
mereka menyadari kekuatan otoritas. Bagaimanapun mengandung pengertian yaitu :
setuju atau tidak setuju. Contohnya, anak-anak mengatakan bahwa mereka menolong
karena ibunya menyuruh melakukan tindakan tersebut
3) Internal initiative & Concrete
Reward. Pada tahap ini individu menolong
karena tergantung pada penerimaan reward (hadiah) yang diterima.
Individu mampu memutuskan kebutuhannya,
orientasi egoistis dan tindakannya dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan
keuntungan atau hadiah untuk memuaskan
kebutuhan. Contohnya, seorang anak menolong dengan memberikan mainankepada
orang lain dengan harapan akan mendapatkan ice cream.
4) Normative Behavior. Pada tahap ini
individu menolong orang lain untuk memenuhi tuntutan masyarakat. Individu
mengetahui berbagai macam tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma
masyarakat yang diikuti sanksi positif, serta pelanggaran norma yang diikuti
sanksi negatif. Tingkah laku menolong dilakukan karena diharapkan menjadi orang
baik di mata orang lain. Orientasinya mencakup keinginan untuk menerima
persetujuan dan menyenangkan orang lain. Harapan reward untuk menolong tidak
kongkrit namun berarti. Tindakan menolong dilakukan karena adanya norma-norma
sosial yang meliputi; norma memberi dan
norma bertanggung jawab sosial,norm tersebut memberi yaitu merupakan bagian
dari pranata sosial. Seseorang yang menginternalisasi norma-norma tersebut
mempunyai suatu “Kecenderungan diri
untuk memberi”.tindakan menolong ini didasari oleh nilai-nilai memberi
kepada yang kekurangan.
5) Generalized Reciprocity. Pada tahap ini,
tingkah laku menolong didasari atas prinsip-prinsip universal dan pertukaran,
yakni seseorang memberikan pertolongan karena dia percaya ketika juga
membutuhkan pertolongan maka akan mendapat pertolongan. Pada tahap ini individu
menginternalisasi hukum-hukum masyarakat tentang pertolongan, yaitu untuk
menghindari perpecahan sistem. Secara umum norma receprociti, meliputi beberapa
hal yaitu:
a)
Orang yang ditolong dengan orang yang
menolongnya, dan
b)
Orang yang tidak akan merugikan orang
yang ditolongnya.
Norma-norma ini sangat
penting dalam menstabilkan hubungan antara manusia di masyarakat. Norma ini
melindungi orang terhadap statusnya,
memotivasi serta mengatur hukum timbal balik sebagai suatu pola
pertukaran, mencegah timbulnya hubunga eksploitasi,sehingga menimbulkan
mekanisme interaksi antar manusia. Norma reciprociti mengatur pertukaran sosial
sehingga menambah stabilitas sosial.
6) Altruistic Behavior. Pada tahap ini,
individu melakukan tindakan menolong secara sukarela, tindakan semata-mata
hanya bertujuan menolong. Tanpa mengharapkan hadiah dari luar, menolong orang
lain sebenarnya tergantung pada niat
seseorang dalam memberikan pertolongan pada orang lain. Apakah itu karena
permintaan, perintah atau karena mengharapkan balasannya dan juga sudah
kebiasaannya menolong orang lain. Tindakan menolong ini dilakukan adalah karena
pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsip-prinsip moral, yang menyangkut
keselamatan orang lain,individu dapat menilai kebutuhan orang lain, simpati
kepada orang lain yang menderita dan yang membutuhkan bantuan, dan tidak
mengharapkan keuntungan timbal balik untuk tindakannya. Tahapan tolong menolong
ini dapat dibedakan menjadi 2 dimensi, yaitu:
1.
Tindakan menolong:
A1 : Tindakan menolong karena tunduk pada
otoritas eksternal.
A2 : Tindakan menolong karena inisiatif diri
sendiri
2.
Reinforcement:
B1
:
a) Reinforcement
eksternal
b) Kongkret
c) Defined
reinforcement
B2 :
a) Reinforcement
eksternal
b) Non
kongkret
c) Defined
reinforcemen
B3
:
a) Reinforcement
eksternal
b) Non
kongkret
c) Undefined
reinforcement
B4 :
a) Self
reinforcement
Berdasarkan dua dimensi tersebut, tahapan
perkembangan tingkah laku prososial dapat disajikan sabagai berikut:
Tahap
1 : A1 B1
Tahap
2 : A1 B2
Tahap
3 : A2 B1
Tahap
4 : A2 B2
Tahap
5 : A2 B3
Tahap
6 : A2 B4
C. Keputusan Tingkah Laku Prososial Peserta
didik
Dalam
membuat keputusan apakah seseorang akan menolong atau tidak sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor.Pertama, faktor dalam diri manusia.Misalnya kepribadian,
kemampuan, moral, kognitif, dan empati.Kedua faktor yang ada di luar diri
manusia misalnya kehadiran orang lain, norma-norma dan situasi tempat kejadian.
Proses pembuatan keputusan menolong dapat dikatakan sebagai proses yang panjang
melibatkan berbagai komponen yang ada dalam diri manusia. Hasil studi penulisan
empiris bahwa sulit sekali membedakan antara tekanan eksternal dan internal
dalam membuat keputusan tingkah laku proporsial.Peneliti tidak dapat
memverifikasi ( menunjukkan dengan sesungguhnya ) perasaan dan pikiran yang
dialami oleh subyek Maka proporsi yang menyebutkan adanya rewards ekternal atau
internal atau mungkin non rewards bersifat teoritis ( bar-tal, 1976 )
Menurut
sears, dkk (1992) dalam situasi
tertentu, keputusan untuk menolong melibatkan proses kognisi sosial kompleks
dan pengambilan keputusan yang raisonal, yaitu:
Pertama : Orang harus
memerhatikan bahwa sesuatu sedang berlangsung memutuskan apakah
pertolongan dubutuhkan atau tidak.
Kedua
: Jika pertolongan dibutuhkan, mungkin orang itu masih mempertimbangkan sejauh mana tanggung jawabnya untuk
bertindak.
Ketiga :
Orang tersebut menilai ganjaran dan kerugian bila membantu atau tidak
Keempat : Orang itu
harus memutuskan jenis pertolongan apa yang dibutuhkan, dan bagaimana memberinya.
Adapun
empat tahapan proses pengambilan keputusan untuk membantu seseorang yang
keadaan tertekan atau perlu pertolongan dapat digambarkan sebagai berikut :
PERCEIVING
A NEED:
Does
someone need help?
|
Yes
TAKING
PERSONAL
RESPONSSIBILITY:
Am l responssible?
|
Yes
WEIGHING
THE COST AND
BENEFITS:
Is
helping worthwhile
|
Yes
DECIDING
HOW
TO
HELP:
What
shoud i do?
|
Empat tahapan proses pengambilan keputusan untuk menolong
seseorang yang perlu pertolongan.
Bar-Tal (1976)
mengemukakan bagaimana seseorang memutuskan untuk melakukan suatu tingkah laku
prososial dala situasi tidak darurat (nonemergency) dan variabel-variabel yang
mempengaruhi keputusan tersebut karakter
situasi yang tidak darurat menurut Bar-Tal, yaitu:
1. Situasi
tersebut tidak akan menyebabkan adanya ancaman
2. Situasi
tersebut merupakan kejadian yang biasa dialami seseorang dalam kehidupan
sehari-hari
3. Situasi
tersebut secara jelas dapat dipahami dengan segera oleh orang-orang yang
terlibat didalamnya.
4. Situasi
tersebut dapat diramalkan dan tidak memerlukan tindakan yang mendesak untuk
dilakukannya.
Proses
pengambilan keputusan untuk melakukan tingkah laku prososial dalam situasi
tidak darurat, diawali oleh adanya kesadaran (anwereness) terhadap kebutuhan orang lain yang memerlukan bantuan.
Keputusan untuk membantu orang lain bergantung pada proses pertimbangan (judg
mental process) yang melibatkan dua hal, yaitu : tanggung jawab pribadi
(attributin of responssibility) dan mempertimbangkan untung dan rugi (cots
reward calculation). Proses tersebut dipengaruhi emapat variabet, yaitu :
1. Variabel
pribadi (personal variables)
2. Variabel
situasi (situational variables)
3. Variabel
karakteristik orang-orang membutuhkan pertolongan (variables that
characteristics the person in need)
4. Variabel
kultural (cultural variables)
Attributin of
responssibiliti
Cost-reward
calculation
|
Personal
variables
|
Situation
variables
|
Characteristics
of the person in need
|
Caltural variables
|
The judgmental process
Awareness
(kesadaran). Seorang individu seharusnya mempunyai kesadaran terhadap kebutuhan
orang lain sehingga melahirkan tindakan altruistik. Kesadaran ini merupakan
kemampuan yang ada pada diri individu untuk memerhatikan orang lain yang
membutuhkan bantuan (Bar-Tal, 1976). Artinya, seseorang akan memberikan
bantuannya, jika ia memandang bahwa orang tersebut benar-benar memerlukan
bantuan. Jika ia memandang bahwa orang tersebut tidak perlu dibantu atau tidak
memerlukan bantuan, maka ia tidak memberi bantuannya.
Menurut
Bar-Tal, kesadaran tersebut mendorong terjadinya tingkah laku prososial
seseorang. Kesadaran terhadap kebutuhan orang lain dalam hal bantuan
adalah merupakan determinan penting apakah seseorang memberikan bantuan kepada
orang lain atau tidak.The jugdmental process (proses pertimbangan). Seseorang
yang telah menyadari bahwa orang lain dalam keadaan membutuhkanharus memutuskan
apakah membantu atau tidak . keputusan apakah seseorang akan membantu orang
lain atau tidak didasarkan kepada dua pertimbangan yang saling mempengaruhi,
yaitu: tanggung jawab pribadi dan memperhitungkan untung rugi.
Tanggung jawab pribadi. Tanggung jawab pribadi adalah kemampuan
seseorang dalam menilai mengapa orang lain membutuhkan bantuan dan menganggap
bahwa hal tersebut adalah tanggung jawabnya. Orang yang merasa memiliki
tanggung jawab pribadi akan lebih cenderung melakukan tindakan prososial (
Sears, dkk. 1992 ). Sebaliknya, orang yang menilai bahwa memberikan bantuan
kepada orang lain adalah bukan merupakan tanggung jawabnya, maka ia tidak akan
bertindak kepada orang lain.
Suatu
eksperimen yang telah dilakukan Moriaty (dalam sears, dkk.1992) tentang
bagaimana tindakan sekelompok orang yang menyaksikan adegan seorang pria yang
mencuri sebuah radio yang diletakkan seorang wanita di tepi pantai ketika ia hendak pergi berenang.ketika
ditanyakan apakah mereka mau ikut campur tangan mengejar pencuri tersebut dalam
kondisi pemilik tidak meminta tanggung jawab pribadi untuk menjaganya, hanya
20% yang menjawabnya. Sedangkan dalam kondisi ketika tanggung jawab semacam itu
ditetapkan, 95% orang dalam kelompok tersebut bertindak menghalangi pencuri. Di
samping itu, Maruyama, Fraser & Miller (dalam Sear, dkk.1992) telah
melakukan pula penelitian lapangan terhadap beberapa kelompok anak yang datang
ke rumah tertentu untuk mengikuti pesrta Haloween. Kepada anak-anak tersebut
diminta supaya menyumbangkan permen bagi anak-anak yang berada dirumah sakit.
Ada tiga kondisi yang di rancang untuk memenipulasi persepsi anak tentang
tanggung jawab. Pertama, wanita yang menyambut anak itu membuat setiap anak
bertanggung jawab untuk menyumbangkan permen dengan mencantumkan nama mereka
pada tas permen. Kedua, dia membuat salah seorang anak bertanggung jawab atas
seluruh kelompok. Ketiga,tidak ada anak-anak yang diberi bertanggung jawab.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ketika setiap anak diberi tanggung
jawab perorangan, sumbangan Rata-rata 5 permen, ketika salah seorang anak
bertanggung jawab atas kelompok, rata-rata sumbangan ini berkurang menjadi 3
permen, ketika tidak ada yang diberi tanggung jawab, rata-rata hanya 2 permen
yang diberikan oleh setiap anak. Hasil penelitian tersebut menandakan bahwa
perbedaan tanggung jawab menimbulkan efek yang nyata terhadap jumlah permen
yang disumbangkan oleh anak-anak itu. Oleh sebab itu, maka tanggung jawab
pribadi perlu dibiasakan dalam membentuk tingkah laku prososial anak.
Faktor
lain yang memengaruhi tanggung jawab adalah
kompetensi (sears, dkk. 1992) Suatu penelitian tentang para peserta yang
menyaksikan seseorang jatuh pingsan karena mengalami shock listrik darp
peralatan yang rusak, telah dilakukan. Hasil penelitian tersebut membuktukan bahwa 90% peserta yang mempunyai
pengalaman atau tidak pernah memperoleh latian formal yang berkaitan
dengan peralatan listrik bertindak untuk
menolong. Sedangkan mereka yang tidak memiliki kecakapan tersebut hanya 58%
yang tidak bertindak.
Memperhitungkan untung rugi. Menurut
sears, dkk. (1992) bahwa tindakan menolong terjadi karena seseorang
mempertimbangankan kemungkinan untung dan rugi dari suatu tindakan tertentu,
termasuk menolong orang lain. Karena itu orang akan bertindak prososial bila
yang dipersepsi berupa keuntungan (ganjaran-kerugian) karena memberi
pertolongan melebihi keuntungan yang diperoleh dari pada tidak menolong. Kadang-kadang
relatif mudah untuk menolong, tetapi saat lain, pemberian pertolongan bisa
menimbulkan kerugian waktu, tenaga, dan kesulitan besar. Bila seorang menanyakan
nama jalan,mudah bagi seseorang untuk berhenti sejenak dan memberikan pertolongan. Tetepi bila
seseorang sedang melaju di jalan raya dan melihat seseorang berdiri di tepi
jalan, jauh lebih banyak waktu yang terbuang
untuk berhenti dan memberi pertolongan. Dalam dua situasi tersebut,
kerugian sebagian akan bergantung pada
apakah orang itu mempersepsikan adanya kemungkinan ancaman terhadap
keselamatan.semakin besar kerugian yang di persepsi, semakin kecil kecenderungan
untuk membantu.Ada juga kerugian jika tidak memberikan pertolongan, misalnya
merasa bersalah jika tidak memberikan pertolongan. Mungkin orang menganggap
seseorang tidak suka menolong dan merasa tidak enak karena orang lain mempunyai pandangan yang buruk terhadapnya.
Pemikiran semacam ini memengaruhi apakah orang akan memberikan pertolongan atau
tidak.
Di
lain pihak, keuntungan yang diperoleh karena memberikan pertolongan,merukan
insentif positif. Semakin baik persepsi seseorang tentang manfaat tindakan
menolong, semakin besar kecenderungan orang itu untuk membantu. Menurut Bar-Tal
(1976) diantara keuntungan/manfaat yang diperoleh dengan menolong orang lain
adalah merasa bangga, peningkatan harga diri, dan perasaan-perasaan baik dalam
dirinya. Lebih lanjut Bar-Tal (1976) mengemukakan bahwa proses pertimbangan dalam
melakukan tingkah laku prososial di pengaruhi oleh empat tipe variabel, yaitu :
1. Variabel
personal
2. Variabel
situasional
3. Variabel
karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan
4. Variabel
cul-tural.
Variabel personal.
Setiap individu dalam tingkah laku sosial. Dalam usaha memahami mengapa ada
orang lebih mudah menolong dibanding orang lain, para peneliti menyelidiki
karakteristik kepribadian yang relatif menetap maupun suasan hati dan psikologi
yang lebih mudah berubah. Berkaitan dengan ciri kepribadian, satow (dalam
sears, dkk. 1992)mengamati bahwa orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi
untuk diterima secara sosial, lebih cenderung menyumbang uang untuk kepentingan
amal dari pada orang yang mempunyai tingkah kebutuhan rendah untuk diterima
secara sosial. Agaknya orang yang mempunyai tingkat kebutuhan tinggi tersebut
dimotivasi oleh keinginan untuk memperoleh pujian dari orang lain. Disamping
faktor kepribadian, suasan hati yang baik juga mendorong seseorang dalam
memberikan bantuan kepada orang lain. Hal ini terbukti dari hasil penelitian
bahwa orang lebih cenderung menolong bila menemukan sekeping uang di tempat
telepon (Isen & Simmonds, 1978), diberi kue gratis di perpustakaan kampus (
isen & Levin, 1972). Jadi. Suasana perasaan positif yang hangat
meningkatkan kesedihan untuk melakukan tindakan prososial. Efek suasana hati
yang buruk dapat juga memengaruhi tindakan menolong orang lain. Bila suasana
hati sedang buruk, orang cenderung memusatkan perhatian pada kebutuhan dirinya
sendiri, maka keadaan ini akan mengurahi kemungkinan untuk membantu orang lain.
Di lain pihak, bila orang berpikiran bahwa menolong orang lain bisa mengurahi
suasana hati yang buruk, mungkin kita lebih cenderung memberikan bantuan
(Sears, dkk. 1992).
Aspek
berikutnya dari variabel personal adalah keadaan psikologis. Keadaan psikologis
yang mempunyai relevansi khusus dengan variabel personal adalah rasa bersalah
perasaan gelisah akan timbul bila seseorang melakukan suatu yang dianggap
salah. Menurut Sears, dkk. (1992) keinginan untuk mengurai rasa bersalah bisa
menyebabkan seseorang menolong orang yang dirugikan, atau berusaha
menghilangkan dengan melakukan tindakan yang baik.perasaan bersalah akan hilang
bila orang yang bersalah dapat menolong atau memberikan bantuan walaupun tanpa
harus bertemu langsung dengan korbannya.
Variabel situasional.
Menurut Bar-Tal (1976) bahwa variabel situasional adalah karakteristik tertentu
dari suatu keadaan psikologis bersifat temporal yang berpengaruh terhadap
tingkah laku prososial. Aspek yang termasuk dalam variabel ini adalah kehadiran
orang lain dan kondisi lingkungan.
Kehadiran orang lain. Latane
dan Darley (dalam sear, dkk. 1992) mengemukakan bahwa kehadiran penonton yang
begitu banyak mungkin menjadi suatu alasan bagi tiadanya usaha untuk memberikan
suastu pertolongan. Pada kesempatan lain, mereka merancang penelitian
laboratorium untuk menguji gagasan bahwa jumlah saksi memengaruhi pemberian
bantuan. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada mahasiswa yang mendengar
adanya “keadaan darurat”lebih cenderung memberikan reaksi bila mereka
sendirian, ketimbang bila mereka mempunyai anggapan bahwa orang lain juga mengetahui situasi
tersebut. Semakin banyak orang yang hadir, semakian kecil kemungkinan
seseaorang benar-benar memberikan pertolongan.
Kondisi lingkungan.
Keadaan fisik juga memengaruhi kesediaan untuk membantu. Penelitian Gunningham
(dalam sears, dkk. 1992) tentang efek cuaca terhadap pemberian bantuan oleh
penjalan kaki. Beliau menemukan bahwa orang lebih cenderung membantu bila cerah
dan suhu udara cukup menyenangkan. Di samping iti pula, orang lebih cenderung
menolong orang pada waktu siang hari dari pada malah hari (sears, dkk. 1992) Faktor
lingkungan lain yang dapat memengaruhi tingkah laku prososial adalah
kebisingan. Suatu penelitian laboratorium (Sears, dkk. 1992) ditemukan bahwa
kebisingan mengurahi kecenderungan pelajar untuk menolong orang yang tejatuh
beberapa kertasnya di lantai. Ketika kebisingan ruanagan dalam situasi biasa,
72% subjek meberi pertolongan, tetapi ketika kebisingan amat keras, hanya 37%
pelajar yang bersedia menolong memungut kertas tersebut.
Variabel karakteristik orang yang
membutuhkan pertolongan. Keputusan apakah melakukan tindakan
menolong atau tidak tergantung padaa karakteristik orang yang di tolong
(Bartal, 1976). Menurut sears, dkk. (1992) karakteristik tersebut adalah
menolong orang yang disukai, dan menolong orang yang pantas ditolong.
a.
Menolong
orang yang kita sukai. Adalah daya tarik fisik, tingkat
kesamaan anatar menolong danorang yang membutuhkan pertolongan, membantu orang
yang berasal dari daerah yang sama,membantu orang yang mempunyai sikap yang,
jenis hubungan antara penolong dengan calon yang di tolong (Sears, dkk. 1992)
b.
Menolong
orang yang pantas di tolong. Orang yang akan
menolong mungkin menarik kesimpulan tentang sebab akibat timbulnya kebutuhan
tersebut, dengan mengikuti prinsip hubungan sebab-akibat. Orang lebih cenderung
menolong seseorang jika yakin yakin bahwa penyebab timbulnya masalah berada
diluar kendali orang yang memerlukan
pertolongan. Bila orang tersebut dapat mencegah kesulitan dengan tindakan
sendiri, maka orang lain cenderung tidak memberikan pertolongan (Sears,
dkk.1992)
Variabel
kultural.tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari
diatur oleh norma-norma dan nilai-nilai yang sebagian telah menjadi budaya
dalam masyarakat. Setiap kelompok budaya mempunyai norma, yang tentunya
mengatur tingkah laku yang sesuai dan yang tidak dalam situasi yang berbeda
nilai yang dimiliki, khususnya tingkah laku yang diinginkan. Anggota dari
kelompok budaya biasanya berbagi nilai yang sama dan mengikuti
ketentuan-ketentuan dari norma yang sama. Jika individu bertingkah laku yang
berbeda dari norma yang ditentukan, mereka merasakan sendiri akibat negatif,
mungkin dicela orang lain dan merasa bersalah. Untuk menghindari akibat
tersebut dan memperoleh reinforcement positif, individu cenderung untuk
mengikuti norma masyarakat. Norma sosial yang menjadi bagian penting dalam
melakukan tingkah laku prososial, adalah :
A.
Norma tanggung jawab sosial (social
responssibility norm) adalah norma sosial yang menentukan seseorang dalam
menolong orang lain karena merasa tanggung jawab terhadap penderitaan yang
dialami orang lain. Norma ini memberi arah bahwa seharusnya kita bantu orang
lain bergantung pada kita.
B.
Norma resiprositas (resiprositas norm)
adalah norma timbal balik yang menentukan apakah seseorang akan membantu dan
berkewajiban membantu orang yang telah membantunya atau mengharapkan orang lain
kelak akan membantunya.
C.
Norma keadilan ( equity norm social
justice) adalah suatu tingkah laku menolong yang dilakukan didasari oleh norma
keadilan, yaitu keseimbangan antar memberi dan menerima.
Bartal
(1976) pun menemukakan bahwa tingkah laku prososial juga di atur oleh nilai
dan norma yang diberikan oleh budaya.
Oleh karena itu mungkin saja mereka yang berasal dari budaya yang berbeda akan
menunjukkan tingkah laku prososial yang berbeda. Namun disayangkan sedikit
sekali penelitian lintas budaya tentang laku altruistik, dan hanya sedikit
studi perbandingan tingkah laku menolong
pada budaya yang berbeda.
D.
Faktor yang memengaruhi perkembangan
tingkah laku prososial
Tingkah laku prososial
dapat dipandang sebagai salah satu tingkah laku yang diperlukan untuk
mempertahankan kehidupan. Melalui hal tersebut manusia menjalankan fungsi
kehidupan sebagai penolong dan yang di tolong. Bayangkan jika setiap individu
dalam kelompok sosial tidak ada tolong-menolong, bantu membantu, berbagi dan
menyumbang satu dengan yang lain. Mengingat pentingnya, tingkah laku prososial dipertimbangkan
menjadi salah satu aspek tertinggi dari “kualitas kehidupan”. Perbaikan
kualitas kehidupan menjadi salah satu objek dari masyarakat modern. Oleh karena
itu tidak mengherankan jika individu-individu mencoba membangun hubungan
interpersonal yang berdasarkan pada perhatian terhadap orang lain,
pemahaman,sensitivitas, dan kemauan untuk memberikqn pertolongan.
Ada beberapa agen sosialisasi yang dapat memengaruhi
perkembangan tingkah laku prososial, diantaraNya :
Orang
tua. Orang tua memengaruhi secara signifikan hasil
sosialisasi anak mereka. Orang tua mungkin menggunakan tiga teknik untuk
mengajarkan anak-anak mereka bertingkah laku altruistik, yaitu : reinforcement,
modeling dan induction. Penggunaan reinforcement tingkah laku menolong pada usia mudah menentukan apakah tingkah
laku tersebut akan terulang atau tidak.orang tua dapat menggunakan
reinforcement yang berbeda sesuai dengan usia anak mereka. Di mana pada usia
awal orang tua dalam menggunakan reward yang
nyata untuk memotivasi anak-anaknya untuk bertingkat laku menolong, pada
tingkat usia yang lebih tua reward sosial dapat diberikan. Akhirnya, prinsip
tujuan pelatih diarahkan untuk memotivasi anak untuk bertingkah laku menolong
tanpa mengharapkan reward external. Pencapaian tujuan ini menunjukkan
perkembangan self-regulatory.
Perkembangan tingkah laku menolong anak dipengaruhi juga
oleh pengamatan terhadap tingkah laku menolong orang tua. Orang tua yang
menginginkan anak-anaknya bertingkah
laku altruistik seharusnya memulai dari diri sendiri bertingkah laku
tersebut. Selanjutnya, menggunakan arahan verbal untuk membentuk tindakan tolong menolong dan penjelasan
seperti mengapa individu harus menolong
adalah teknik penting yang dapat
digunakan orang tua untuk mengajarkan
anak-anaknya bertingkah laku menolong dengan kualitas tinggi. Maksudnya
teknis yang digunakan orang tua tersebut dapat menunjukkan arah yang diinginkan
dari tingkah laku yang menolong dan
dapat menstimulasi moral reasoning seperti bagaimana tingkah laku tersebut
terbentuk. Juga, pengarahan langsung perhatian anak terhadap akibat bahaya
tingkah lakunya, orang tua membuat anak-anaknya peka terhadap kebutuhan orang
lain sehingga meninggkatkan kemampuan untuk berempati (Nancy Eisenberg, 1982)
Guru. Meskipun
keluarga merupakan agen sosialisasi yang utama, sekolah pun mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap tingkah laku anak (Eisenberg. 1982). Di sekolah, guru
mungkin memudahkan perkembangan tingkah laku menolong dengan menggunakan
Beberapa teknik. Meskipun mereka mungkin tidak selalu dapat menciptkan hubungan
yang berarti dengan anak, anak-anak dapat dilatih dan diarahkan dengan
menggunakan tektik yang efektif. Mereka dapat menguatkan tingkah laku menolong,
mereka mungkin mengembangkan tingkah laku, misalnya menggunakan induction. (anak mungkin tidak mempunyai
banyak kesempatan untuk untuk mengamati
tingkah laku menolong guru mereka). Guru dapat mengajarkan teknik bermain peran
dan menggunakan story contants, dimana keduanya merupakan penyajian dan pelatihan yang khusus. Teknik bermain
peran melatih anak dengan kesempatan
mempelajari situasi dimana tingkah laku menolong diperoleh, anak dapat belajar
bagaimana melaksanakan tingkah laku tersebut, dan mempelajari akibat dari
tingkah laku menolong dan tidak menolong ( Staub, 1979). Teknik bermain peran
mengembangkan sensitivitas terhadap kebutuhan orang lain dan menambah kemampuan
role-taking dan empati. Guru mempunyai kesempatan mengarahkan anak-anak dengan
menganalisi cerita-cerita dalam bahas yang berbeda. Dengan pendekatan tersebut,
anak mungkin belajar bertingkah laku alruistik dengan pemodelan simbolik. Isi
cerita tentang tingkah laku altruistik atau kebutuhan orang lain, dapat
mendesak anak untuk melakukan tindakan menolong, atau penjelan pentingnya
tingkah laku menolong mungkin menstimulasi tindakan menolong. Isi cerita
memberikan informasi tentang kapan dan bagaimana melakukan tindakan menolong,
seperti bagaimana perduli terhadap orang lain. Selanjutnya isi cerita dapat
mengembangkan empati dan kemampuan untuk role taking terhadap orang lain (Wolf,
1975.)
Teman sebaya.
Pengaruh teman sebaya terhadap tingkah laku individu, khususnya selama periode remaja
telah tertulis oleh bronfenbrenner, 1970; Colena,1961; Staub, 1979. Ketika anak
tumbuh dewasa, kelompok sosial menjadi sumber utama dalam perolehan informasi,
termasuk tingkah laku yang diinginkan. Meskipun kelompok teman sebaya jarang
merasakan tujuan mereka sebagai pengajaran aktif tingkah laku menolong, mereka
dapat memudahkan perkembangan tingkah laku tersebut melalui penggunaan
penguatan, pemodelan dan pengarahan. Durkheim (1961) menegaskan bahwa
pendidikan moral merupakan dasar dalam dinamika kelompok. Bronfenbrenner (1970)
memberikan ilustrasi yang menarik tentang fungsi dari teman sebaya. Dia
menunjukkan bahwa ciri negara soviet
dengan kelompok sebayanya sebagai mekanisme utama pembentukan tingkah laku
moral. Identifikasi kelompok teman
sebaya mengarah pada internalisiasi otomatis nilai kelompok. Melalui kelompok
teman sebaya, pengaruh dari agen sosialisasi yang lain menjadi terwakili, yaitu
guru. Guru dapat membimbing norma kelompok yang mendorong tingkah laku menolong
(Eisenberg, 1982).
Televisi.
Televisi bukan sekedar hiburan, dia juga merupan agen sosialisasi yang penting.
Meskipun banyak penelitian tentang pengaruh televisi difokuskan pada pengamatan
tentang agresif lebih dari model tingkah laku menolong, namun sekarang ini
orang mulai mengamati pengaruh televisi terhadap perkembangan tingkah laku
prososial (Rushton, 1979). Melalui penggunaan muatan prososial, televisi memengaruhi pemirsa
sebagai modeling. Anak-anak mungkin meniru tingkah lakku menolong dengan
mengindentifikasi karakter yang dilihat di televisi. Dengan melihat program televisi, anak-anak
juga dapat mempelajari tingkah laku yang tepat dalam situasi tertentu. Lebih
dari itu, televisi tidak hanya mengajarkan anak untuk mempertimbangkan berbagai
alternatif tindakan, tapi juga bisa mengerti dengan kebutuhan orang lain,
membentuk tingkah laku menolong, sekaligus juga memudahkan perkembangan empati
(Eisenberg, 1982). Selain agen sosialisasi seperti yang telah disebutkan di
atas, perkembangan tingkah laku prososial juga berkaitan erat dengan moral dan
agama. Hal ini telah ditentukan dalam hasil beberapa penelitian, misalnya
Sears, dkk. (1992) menemukan bahwa aturan agama dan moral kebanyakan masyarakat
menekankan kewajiban untuk menolong orang lain. Selanjutnya. Gallup (dalam
sarwono,1988) menemukan bahwa 12% orang amerika serikat tergolong taat beragama
dan di antara mereka 45% membantu dalam pekerjaan-pekerjaan sosial, sementara
dikalangan yang tidak taat beragama persentasi yang membantu hanya 22%. Temuan Gallup ini di dukung oleh
penelitian lain yang menyatakan bahwa kadar keagamaan dapat meramalkan perilaku
menolong untuk pryek-proyek berjangka panjang, seperti program AID, organisasi
kampus, dan sebagainya (atmo, 1990; Clary dan Snyder, 1992). Akan tetapi,
menutut penelitian sappington &
Baker (1995) yang berpengaru pada perilaku menolong bukanlah seberapa kuatnya
ketaatan beragama itu sendiri, melainkan bagaimana kepercayaan atau kenyakinan
orang yang bersangkutan tentang pentingnya menolong orang yang lemah oleh
agama.
E.
Implikasi Perkembangan Tingkah Laku
Prososial Dengan Pembelajaran
Sekolah merupakan salah
satu konteks yang memberikan peranan penting dalam pengembanagn keterampialn
sosial anak dan remaja (Deutsch, 1993).berikut ini akan dikemukakan beberapa
strategi yang dapat digunakan guru di sekolah dalam upaya membantu peserta
didik dalam memperoleh tingkah laku interpersonal yang efektif, yaitu:
a. Mengajarkan
keterampilan sosisial dan strategi pemecahan masalah sosial
yaitu melalui intruksi
verbal serta dorongan-dorongan dan tingkah laku pemodelan.
b. Menggunakan Strategi
Pembelajaran Kooperatif
Mengarahkan dan
mengajarkan kepada siswa bagaimana cara memberi pertolongan ,mencari
pertolongan dan keterampilan dalm resolusi konflik serta pemahaman tentang
keadilan.
c. Memberikan Label
Prilaku Yang Pantas
Meningkatkan kesadaran
siswa terhadap efektifitas ketereampilan sosial dengan mengidentifikasi dan
membri pujian atas tindakan-tindakannya itu.
d. Meminta siswa untuk
memikirkan dampak dari prilaku yang dimiliki.
Bagimana siswa mampu
memikirkan konsekuensi serta manfaat dari setiap tindakan yang dilakukannya.
e. Mengembagkan Program
Mediasi Teman Sebaya.
Bagaimana siswa
melakukan intervensi terhadap perselisishan interpersonal yang terjadi dalam
kelas secara efektif dan baik.
f. Memberikan
penjelasan bahwa tingkah laku tiagrsif yang merugikan baik fisik maupun
psikologis orang lain tidak dibenarkan disekolah.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas jadi
dapat kita pahami bahwa Tingkah laku prososial ini merupakan suatu tingkah laku
sosial positif yang bersifat spontan maupun direncanakan dengan tujuan
memberikan bantuan dan pertolongan pada orang lain tanpa paksaan dan juga
mengharapkan balasan (reward).
Perkembanagan tingkah laku prsosial ini memiliki enam tahapan yaitu sbb:
a.
Compliance & Concrete, Defined Reinsforment
b.
Compliance
c. Internal
Initiative & Concrete Reward
d. Normative
Behavior
e.
Generalized Reciprocity
f.
Altruistic Behavior
Tahapan ini sebenarnya tergantung
pada niat dan usaha seseorang dalam memberikan pertolongan pada orang lain. Implikasinya
terhadap prrkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran sebenarnya adalah
sebagai intervensi segala tindakan yang akan dilakukan dalam menjalin hubungan
sebagai makhluk sosial yang saling melengkapi dan membutuhkan, baik dalam aspek
manapun.
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis
merasa, masih kurang sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan serta
sumber yang diperoleh. Jadi Penulis berharap kepada pembaca tulisan ini agar
bersedia memberikan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan makalah ini.untuk
itu kami mengucapkan ribuan terima kasih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Desmita,
M.Si (2009). Psikologi Perkembangan
Peserta Didik.
Komentar
Posting Komentar